Songket Palembang, Ratu Segala Kain, Wastra Jejak Budaya Adiluhung Sriwijaya

Kamis, 6 April 2023 14:44 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Gadis Perajin Songket
Iklan

Kain tenun Songket Palembang merupakan salah satu jejak peninggalan sejarah dari Kerajaan Sriwijaya yang menjadi cikal bakal kota Palembang. Wastra songket ini seperti menjadi bukti kebesaran dan kemakmuran Kerajaan Sriwijaya pada zamannya. Karena kain songket dibuat menggunakan benang emas yang berkilauan.

Kain songket merupakan salah satu ikon Provinsi Sumatera Selatan. Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain".

Kain tenun Songket Palembang  merupakan salah satu jejak peninggalan sejarah dari Kerajaan Sriwijaya yang menjadi cikal bakal kota Palembang. Wastra songket ini seperti menjadi bukti kebesaran dan kemakmuran Kerajaan Sriwijaya pada zamannya. Karena kain songket dibuat menggunakan benang emas yang berkilauan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Songket eksklusif, memerlukan waktu  antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan mulai memakai songket sarung dengan baju kurung.

Songket sendiri merupakan jenis kain tenun tradisional Melayu dan Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Di Indonesia, pusat kerajinan tangan tenun songket dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok dan Sumbawa. Di pulau Sumatera pusat kerajinan songket yang termahsyur dan unggul adalah di daerah Pandai Sikek dan Silungkang, Minangkabau, Sumatera Barat, serta di Palembang, Sumatera Selatan.

 

Di Bali, desa pengrajin tenun songket dapat ditemukan di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen dan Gelgel. Sementara di Lombok, desa Sukarara di kecamatan Jonggat, kabupaten Lombok Tengah, juga terkenal akan kerajinan songketnya.

Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya, semula songket adalah kain mewah para bangsawan yang dipakai untuk menujukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi, kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan berada semata, karena harganya yang bervariasi. Meskipun demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kes enian yang anggun dan bernilai budaya tinggi.

Sejarah dan Muasal Songket

Songket adalah kain yang ditenun dengan menggunakan benang emas atau benang perak. Selain benang emas atau perak, ada jenis benang sutera yang berwarna, ada yang menggunakan benang sulam, ada yang menggunakan benang katun berwarna dan sebagainya. Tetapi semua jenis benang tersebut dipergunakan untuk menghias permukaan kain tenun, bentuknya seperti sulaman dan dibuat pada waktu yang bersamaan dengan menenun dasar kain tenunnya. Prinsip penggunaan benang tambahan saat menenun disebut songket, karena dihubungkan dengan proses menyungkit atau menjungkit benang lungsi dalam membuat pola hias.

Muasal Kata Songket

Kain songket merupakan kain tenun khas Indonesia yang sudah terkenal keindahannya hingga ke mancanegara. Warnanya yang indah serta motifnya yang cantik membuat banyak orang tertarik untuk memilikinya.  Beberapa orang mengatakan, kata songket berasal dari istilah kata sungkit dalam bahasa Melayu. Kata sungkit berarti “mencukil” atau “mengait”. Hal ini dipengaruhi oleh metode pembuatannya yaitu mengaitkan kain tenun dan memasukkan benang emas.

Kampung Perajin Songket

Namun ternyata ada teori lain mengenai asal kata songket, yaitu berasal dari kata di-songsong dan di-teket. Di-songsong karena dalam pembuatannya menggunakan alat yang dilempar diantara benang lalu disongsong atau dijemput. Sedangkan teket dalam bahasa Palembang lama memiliki arti sulam. Pembuatan kain songket dapat memakan waktu yang cukup lama. Untuk membuat satu lembar kain songket hingga selesai dibutuhkan waktu hingga 3 bulan.

Sejarah tentang asal muasal kain songket dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya dan kawasan permukiman dan budaya Melayu, serta diperkenalkan oleh pedagang India atau Arab. Sementara, Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah songket.

Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Menurut tradisi, teknik tenun seperti ini berasal dari utara. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11).

Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain ini dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songketa dalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun local telah menggunakan benang emass awal tahun 600-anhingga 700-an masehi. Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang lama di Sumatera.

Motif Songket

Ragam Songket

 

Songket mempunyai motif-motif tradisional yang merupakan cirri khas budaya wilayah penghasil kerajinan ini. Misalnya, motif Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan Simasam yang merupakan khas songket Pandai Sikek dan Minangkabau. Beberapa pemerintah daerah telah mempatenkan motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatera Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia .Dari 22 motif songket Palembang yang telah terdaftar di antaranya motif Bungo Intan, LepusPulis, Nampan Perak, dan Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya belum terdaftar. Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum terdaftar yakni motif SongketLepusBintangBerakam, NagoBesaung, Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis, Lepus Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan sejumlah motif lainnya.

Cara Menyimpan Songket

Karena terbuat dari jalinan benang-benang yang disungkit, songket sebaiknya disimpan tidak dengan cara dilipat, melainkan digulung dan diletakkan di atas permukaan yang datar. Begitu juga dengan busana songket. Gantungkan pada gantungan baju dan jangan dilipat.

Busana Kreasi Songket

Perkembangan Songket

Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan popular untuk busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali. Pada awalnya, kain songket hanya digunakan oleh kalangan bangsawan. Namun karena perkembangan jaman, kain songket sekarang bisa dimiliki oleh siapa saja. Tentu saja untuk mendapatkan kain songket yang berkualitas baik membutuhkan pengorbanan yang cukup karena harganya tidak murah.Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salahsatu hantaran persembahan perkawinan.

Di masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak, atau ikat kepala.Sedangkan untuk kaum perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadu-padankan dengan kebaya atau baju kurung. Meskipun berasal dari kerajinan tradisional, industri songket merupakan kerajinan yang terus hidup dan dinamis.

Para pengrajin songket terutama di Palembang kini berusaha menciptakan motif-motif baru yang lebih modern dan pilihan warna-warna yang lebih lembut. Hal ini sebagai upaya agar songket senantiasa mengikuti zaman dan digemari masyarakat.

*) Christian Heru Cahyo Saputro, penggiat Heritage,Suka Motret, Tukang Tulis dan Suka Berbagi Kisah tinggal di Semarang.

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Christian Saputro (Christian Heru Cahyo Saputro)

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler